Jakarta||botvkalimayanews.com||Nama Profesor Sofian Effendi kembali disorot publik usai memaparkan kisah perbedaan Jokowi dan saudara kandungnya saat sama-sama menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sosok yang pernah menjabat Rektor UGM itu diketahui dilantik Presiden Jokowi pada 2014 sebagai Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara.
Namun, Sofian kemudian mengungkap sisi lain perjalanan akademik Jokowi ketika berkuliah di UGM.
Mengutip Repelita, Sofian menyebut Jokowi masuk Fakultas Kehutanan UGM pada 1980 bersama saudara kandungnya, Hari Mulyono.
Ia mengklaim Hari menunjukkan prestasi akademik cukup baik pada dua tahun awal kuliah. Sementara Jokowi disebut gagal memenuhi standar nilai pada 1982.
“Jokowi menurut informasi para profesor itu dan mantan dekan, pada tahun 1982 tidak lulus di dalam penilaian. 4 semester dinilai 30 mata kuliah dia index prestasinya (IPK) tidak tercapai,” kata Sofian di kanal Youtube Balige Academy.
Ia juga menyinggung candaan Jokowi ke Mahfud MD terkait nilai IPK di bawah dua.
“IPK di bawah 2. Saya lihat di dalam transkip nilai itu juga yang ditampilkan, dia kan hanya IPK-nya gak sampai 2 kan karena itu dia kalau sistemnya benar. Karena waktu itu masih ada sarjana muda dan doktoral jadi dia tidak lulus, DO istilahnya, hanya boleh sampai B.Sc,” ucap Sofian.
Menurut Sofian, tugas akhir Jokowi juga tak pernah melewati tahap ujian pembimbing.
“Pada waktu dia mengajukan tesis, mau diuji, tapi pas dia mau ke Aceh, jadi gak jadi ujian itu karena mungkin Profesor Achmad Soemitro melihat kan bahwa anak ini punya B.Sc kok mau mengajukan skripsi.
Karena memang tidak membimbing orang yang bukan MKDU, jadi dia belum memenuhi persyaratan untuk mengajukan skripsi,” kata dia.
Sofian bahkan menuduh skripsi Jokowi merupakan hasil menyalin pidato.
“Itu yang pak Kasmudjo gak mau ngomong saat itu, skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya Sunardi. Salah satu dekan. Kan baru pulang dari Canada terus dia bikin makalah mengenai perkembangan industri kayu, dan itu yang dipakai,” katanya.
Ia mengklaim skripsi tersebut tidak pernah diuji secara resmi.
“Saya tanya ke petugasnya, kok ini kosong, iya pa karena memang gak diuji dan gak ada nilainya. Makanya gak ada tanggal kan, gak ada nilai. Jadi kalau dia mengatakan saya punya ijazah asli, ya kalau B.Sc benar lah, tapi kalau ijazah skripsi gak punya dia,” ungkap Sofian.
Selain pernyataan tersebut, Sofian Effendi dikenal luas sebagai tokoh akademisi dengan perjalanan karir panjang di Universitas Gadjah Mada maupun lembaga negara.
Berikut rangkuman posisi jabatan Profesor Sofian Effendi:
1. 1969−1998: Asisten Profesor Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada;
2. 1978−1983: Sekretaris Eksekutif Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada;
3. 1981−1986: Direktur Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada;
4. 1983−1994: Direktur Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada;
5. 1991−1994: Wakil Rektor Bidang Kerjasama Internasional, Universitas Gadjah Mada;
6. 1992−2002: Pendiri dan Direktur Sekolah Pascasarjana Kebijakan Publik dan Administrasi, Universitas Gadjah Mada;
7. 1994−1995: Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Pembangunan, Universitas Gadjah Mada;
8. 1995−1998: Asisten Menteri Negara Riset dan Teknologi;
9. 1995−1998: Sekretaris Eksekutif Dewan Riset Nasional;
10. 1998: Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia;
11. 1998−1999: Asisten Sekretaris Negara Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan;
12. 1999−2000: Kepala Badan Kepegawaian Negara;
13. 1998−sekarang: Profesor Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada;
14. 2002−2007: Rektor Universitas Gadjah Mada;
15. 2012−2014: Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada;
16. 2014−2019: Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara;
17. 2019−sekarang: Dewan Pembina The Habibie Center [Aps]