“Dikhawatirkan mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Proyek ini datang dari atas, bukan dari suara rakyat di bawah”
Yogyakarta||botvkalimayanews.com|| Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Danau Singkarak provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menuai gelombang penolakan dari warga, khususnya di Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar.
Proyek energi terbarukan ini dinilai menyimpan risiko ekologis dan sosial yang belum ditangani secara memadai.
Taufik, seorang aktivis senior asal Danau Singkarak yang kini menetap di Yogyakarta, menyuarakan keprihatinannya.
“Sebagai putra daerah, saya merasa pembangunan ini perlu ditinjau ulang. Jangan sampai atas nama energi bersih, justru merusak ekosistem dan menyingkirkan masyarakat dari ruang hidupnya,” ujarnya.
Menurut Taufik, narasi besar energi hijau tidak boleh membungkam suara masyarakat lokal yang selama ini menggantungkan hidup dari danau.
“PLTS terapung mungkin terlihat progresif dari sisi kebijakan energi nasional, tapi tanpa kajian lingkungan yang komprehensif dan partisipasi warga, proyek ini berpotensi menjadi malapetaka ekologi,” tambahnya.
Menurutnya, Danau Singkarak selama ini menjadi sumber penghidupan utama warga, terutama nelayan dan petani tradisional.
Kekhawatiran utama masyarakat adalah terganggunya pola migrasi ikan bilih, spesies endemik yang hanya hidup di danau ini, serta perubahan pola arus dan sedimentasi akibat instalasi panel surya dalam skala besar.
Tak hanya itu, proyek ini dikhawatirkan mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
“Proyek ini datang dari atas, bukan dari suara rakyat di bawah.” ungkap Taufik.
Hingga kini, belum ada kajian dampak lingkungan (AMDAL) yang secara terbuka dikonsultasikan dengan publik.
Proses sosialisasi juga dinilai minim dan sepihak. Hal ini bertolak belakang dengan semangat partisipatif dalam pembangunan yang seharusnya melibatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama.
Pemerintah daerah (Pemda) maupun pihak pelaksana proyek belum memberikan pernyataan resmi terkait keberatan warga.
Namun sejumlah kalangan mendorong agar proyek ini ditunda hingga ada evaluasi menyeluruh, termasuk keterlibatan para ahli ekologi dan masyarakat sipil independen.
Energi terbarukan memang penting dalam transisi menuju masa depan yang lebih hijau. Namun, jika pelaksanaannya menabrak prinsip keadilan ekologis dan partisipasi warga, maka proyek ini patut dikritisi.
“Transisi energi jangan jadi alibi untuk mengulang pola lama: meminggirkan masyarakat demi kepentingan investasi,” tegas Taufik.
[TAUFIK/IWO-I DIY]