“Kami minta agar warga tidak memprovokasi atau menyebarkan hoaks. Biarkan proses hukum berjalan”
Mamuju Tengah [Sulbar] botvkalimayanews.com||Niat hati mengantar pesanan makanan demi mencari nafkah, seorang kurir perempuan justru mengalami peristiwa mencekam yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
ST (23) menjadi korban pelecehan yang diduga dilakukan oleh Bribda E.
Polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru diduga menjadi pelaku pelecehan terhadap korban. Korban ST diminta melayani nafsu bejat pelaku saat mengantar pesanan makanan.
ST seorang kurir perempuan yang sehari-hari bekerja mengantar pesanan makanan secara daring (online) di Kecamatan Tobadak, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat mengalami kejadian yang memilukan pada Jumat, (01/08/2025), yang semula hanya pesanan biasa berubah menjadi adegan mencekam bak film horor.
Pintu yang Tertutup Rapat, Bukan Karena Hujan, Tapi Malah Menjebak, menurut keterangan yang dihimpun dari warga dan pihak kepolisian, korban datang seperti biasa ke sebuah rumah pelanggan untuk mengantar pesanan makanan. Rumah itu diketahui milik seorang oknum anggota Polres Mamuju Tengah berinisial Bripda S, yang berdinas di Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Sat Tahti).
Begitu korban tiba dan hendak menyerahkan makanan, bukannya menerima uang atau ucapan terima kasih, korban justru diduga dijambak dan ditarik paksa masuk ke dalam rumah oleh Bripda S. Tanpa aba-aba, pintu rumah langsung dikunci rapat dari dalam. Situasi berubah mencekam dalam hitungan detik korban yang tak pernah menyangka akan dijebak seperti itu, mengalami syok dan ketakutan luar biasa.
“Pesanan sampai, pintu dikunci. Tapi bukan hati yang dikunci, malah harga diri yang digasak,” ujar seorang warga sekitar yang enggan disebut namanya,
mengomentari kejadian itu dengan nada getir.
Meski kronologi lengkap dari kejadian ini masih didalami pihak kepolisian, indikasi kuat telah terjadi tindakan pelecehan fisik maupun verbal di dalam rumah tersebut.
Korban yang berhasil keluar kemudian melapor kepada pihak berwenang dan mendapat pendampingan psikologis.
Reaksi Cepat Polres Mamuju Tengah: Oknum Langsung Ditempatkan di Patsus
Berbeda dari kasus serupa yang kadang didiamkan atau bahkan ditutup-tutupi, Polres Mamuju Tengah kali ini mengambil langkah cepat. Oknum polisi pelaku pelecehan, Bripda S, langsung dikenai tindakan disipliner dengan ditempatkan di ruang penempatan khusus (Patsus) semacam “ruang karantina” bagi anggota yang melanggar aturan sebelum proses hukumnya berjalan.
“Yang bersangkutan adalah Bintara Sat Tahti Polres Mamuju Tengah dan sedang menjalani pemeriksaan internal,” ujar Kasi Humas Polres Mamuju Tengah, Iptu Saldi, dalam keterangannya kepada wartawan.
Lebih lanjut, Saldi menegaskan bahwa kasus ini tidak akan ditangani secara internal saja. Propam Polda Sulawesi Barat telah turun tangan dan mengambil alih proses penyelidikan lanjutan.
“Kapolres sudah memerintahkan agar proses ini ditangani secara profesional, transparan, dan akuntabel. Tidak ada ruang bagi tindakan tidak manusiawi seperti ini dalam institusi kepolisian,” tegasnya.
Masyarakat Diminta Tenang, korban dalam pendampingan Intensif
Sementara itu, kondisi korban saat ini dalam pendampingan dari pihak berwenang dan lembaga pendamping perempuan.
Belum ada keterangan resmi dari korban, namun pihak kepolisian menyebutkan bahwa kondisi psikologis korban masih labil dan perlu perlindungan ekstra.
Polres juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan isu yang belum terverifikasi dan menjaga kondusivitas wilayah.
“Kami minta agar warga tidak memprovokasi atau menyebarkan hoaks. Biarkan proses hukum berjalan,” tutur Iptu Saldi.
Catatan Kritis: Ketika Pelindung Berubah Jadi Ancaman
Peristiwa ini menambah daftar ironi ketika oknum aparat yang seharusnya melindungi, justru melukai. Lebih menyedihkan, korban adalah seorang perempuan pekerja keras yang setiap hari berjuang di jalan demi sesuap nasi.
Masyarakat berharap agar tindakan tegas benar-benar dijalankan, dan tidak berhenti hanya sampai “ditempatkan di Patsus”.
Kepercayaan publik terhadap institusi Polri sangat dipengaruhi oleh bagaimana kasus-kasus seperti ini ditangani. Karena jika pelanggar hanya mendapatkan hukuman administratif tanpa proses pidana yang transparan, maka pesan yang sampai ke masyarakat adalah: hukum tak berlaku sama rata.
Saat Drama Offline Merusak Layanan Online
Kisah ini menjadi pengingat keras bahwa sekalipun layanan makanan kini bisa dipesan dengan satu klik, tidak semua “penerima” di balik pintu rumah adalah pelanggan biasa. Dunia nyata masih menyimpan sisi gelap dan sering kali, perempuanlah yang harus menanggung akibatnya.
Korban didampingi pihak Dinsos Mateng dan PPA unit PPA Satreskrim Polres Mateng. [Aps/red]