Serang [Banten] botvkalimayanews.com||Pelantikan Prof. Mohammad Ishom sebagai Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten periode 2025–2029 bukan sekadar seremoni akademik.
Ia justru menjadi ironi paling memalukan dalam sejarah pendidikan tinggi Islam di Banten.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Gerakan KAWAN, Kamaludin, SE, kepada awak media melalui press rilisnya, Senin, (15/09/2025) menyikapi dugaan ‘plagiat’.
Menurutnya, betapa tidak, sosok yang diduga kuat melakukan plagiasi tetap disematkan jubah kehormatan rektor oleh Kementerian Agama.
“Apakah dunia akademik di negeri ini sudah sebegitu murah, sehingga seorang yang dituding “mencuri ilmu” masih dianggap layak menjadi teladan ribuan mahasiswa,” tegasnya heran.
Di ungkapkannya, Plagiasi: Dosa Besar, Bukan Kesalahan Kecil.
Plagiasi adalah kejahatan akademik terbesar. Permendiknas No. 17 Tahun 2010 jelas menyebutkan konsekuensi hukum mulai dari pencabutan gelar hingga pemberhentian jabatan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pun mengamanatkan integritas akademik sebagai pondasi moral seorang pendidik.
“Lalu mengapa amanat undang-undang ini justru diinjak-injak,” ujarnya.
ditegaskannya, Klaim Prof. Ishom bahwa tuduhan plagiasi “tidak benar” dan kasusnya sudah “rampung” adalah jawaban konyol, yang tidak masuk akal.
Kamal menguraikan, Pertama, mengapa artikel yang dituding plagiat ditarik dari publikasi?
Kedua, alasan tidak bisa bahasa Perancis dijadikan tameng? Ini penghinaan terhadap logika akademik.
Terjemahan bukan masalah, substansi ide yang dijiplaklah yang menjadi dosa.
Ketiga, menyebut masalah selesai tanpa bukti etik formal hanya manipulasi opini publik. Urainya.
Preseden Buruk dan Standar Ganda.
Kasus Rektor UIN Walisongo, Imam Taufiq, yang dicopot karena plagiasi menjadi preseden jelas.
Lalu, mengapa Prof. Ishom tetap dilantik? Apakah ada standar ganda? Atau ada tangan-tangan gelap di belakang layar
Bahkan beredar dugaan “cawe-cawe” dari lingkaran Wakil Menteri dan staf khusus Kemenag yang mengusung Prof. Ishom.
“Jika benar, ini bukan sekadar skandal akademik, tapi juga politik busuk yang meracuni perguruan tinggi Islam. Kementerian Agama sedang bermain api dengan marwah ilmu pengetahuan,” tegasnya.
Rektor: Jabatan Moral, Bukan Kursi Transaksional.
Seorang rektor bukan sekadar manajer administratif, melainkan simbol moralitas akademik. Bila kursi rektor bisa ditempati sosok dengan integritas cacat, apa yang sedang diajarkan kepada mahasiswa? Bahwa kebohongan, manipulasi, dan penjiplakan adalah jalan pintas menuju kekuasaan.
“Jika demikian, jangan salahkan generasi muda jika mereka tumbuh dengan mentalitas korup: menjiplak demi karier, menipu demi jabatan, menggadaikan etika demi kuasa,” tambahnya.
Ultimatum Publik dan Gelombang Perlawanan.
Kamal menegaskan, Gerakan KAWAN telah menyatakan ultimatum: Menteri Agama harus segera mencopot Prof. Ishom sampai kasus ini diselesaikan secara hukum dan etik akademik. Jika tidak, gelombang aksi akan membesar. Dari kampus, jalanan Banten bisa mengguncang Jakarta.
“Pesan ini jelas, plagiasi adalah pencurian intelektual. Seorang pencuri ilmu tidak pantas duduk di kursi rektor, dan Kementerian Agama, jika tetap bungkam, berarti ikut bersekongkol merusak integritas dunia akademik Islam,” sambungnya.
Hentikan Komedi Akademik.
Diakhir Kamaludin menegaskan lagi, cukuplah, dunia pendidikan tinggi Islam tidak boleh dipermalukan oleh skandal yang busuk ini,” jika Menteri Agama Nasaruddin Umar serius menjaga marwah akademik, maka copot Prof. Ishom sekarang juga.
“Kalau tidak, publik akan menyimpulkan satu hal: di negeri ini, plagiasi bukan lagi aib, melainkan tiket masuk ke kursi kekuasaan. Dan jika itu terjadi, maka dunia akademik Islam di Banten resmi menjadi komedi murahan yang memalukan bangsa.” Tutupnya.
Terkait hal ini, botvnews mencoba meminta tanggapan kepada anggota komisi 8 DPR-RI, yang juga mantan Gubernur Banten, Wahidin Wahid.
Melalui ponselnya dirinya mengaku tidak mengetahui hal ini dan enggan menanggapinya.
Sama halnya dengan DR Anton Widyanto, saat di hubungi melalui Chat WA enggan memberikan jawaban.
Dikabarkan, DR Anton Widyanto adalah salah dosen di UIN Syahkuala Aceh, yang disebut-sebut pemegang Jurnal Futura, yang men-Take Down Jurnalnya Prof Ishom. [Agung]